Senin, 11 Januari 2016

DIKLAT RAGUNAN

DIKLAT RAGUNAN

Sekolah Atlet Ragunan adalah sebuah lembaga pendidikan atlet yang didirikan pada 1976 dan diresmikan pada 15 Januari 1977 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia saat itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX[1], pada era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Sekolah ini berada di dalam kompleks Gelanggang Olahraga Ragunan. Ali Sadikin mendapatkan ide untuk mendirikan sekolah ini setelah berkunjung ke Sports Centre di Mexico City, Mexico pada 1972[1]. Jenjang pendidikan yang diselenggarakan yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Siswa Sekolah SMP/SMA Negeri Ragunan Berasal dari : KEMENPORA, PPLP DKI Jakarta dan Pengurus Besar Olahraga di Indonesia.

Suatu hari ketika melakukan kunjungan kerja ke negara Meksiko pada 1972, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, menyempatkan diri mendatangani Sports Centre di Mexico City. Setelah mengamati pusat pelatihan dan pengembangan olahraga, Gubernur yang banyak melakukan banyak perubahan dalam pengembangan Jakarta menjadi kota metropolitan itu tercetus ide untuk membuat tempat serupa di Jakarta.

Empat tahun kemudian Ali Sadikin membangun Sekolah Atlet Ragunan yang kemudian diresmikan pada 15 Januari 1977 oleh Wakil Presiden kala itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sekolah tersebut berada di dalam kompleks Gelanggang Olahraga Ragunan, tidak jauh dari Kebun Binatang Ragunan yang telah berdiri lebih dulu sejak 1966. Bagi sebagian masyarakat, wilayah Ragunan memang lebih identik dengan kebun binatang yang hampir setiap minggu selalu ramai didatangi pengunjung, apalagi saat masa liburan Ragunan akan penuh sesak.
Sejarah Kebun Binatang Ragunan sendiri tidak dapat dipisahkan dari kebun binatang pertama di Indonesia yang dibangun pada 1864 di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, dengan nama Planten En Dierentuin yang berarti Tanaman dan Kebun Binatang. Pada akhirnya kebun binatang pemberian dari Raden Saleh itu pindah tempat setelah pada 1964 Pemerintah DKI menghibahkan tanah sekitar tiga puluh hektar untuk menjadi rumah bagi para satwa. Butuh waktu dua tahun pembangunan rumah satwa, dan pada 22 Juni 1966 Kebun Binatang Ragunan diresmikan oleh Ali Sadikin.
Kontur perhutanan di Ragunan membuat wilayah tersebut terasa sangat sejuk, termasuk di GOR (Gelanggang Olahraga). Saat berada di lokasi tersebut, terkadang saya tidak sadar masih berada di kota Jakarta. Memang tempat dan udaranya berbeda dengan wilayah Jakarta lainnya yang penuh dengan polusi. Maka dari itu GOR Ragunan cukup layak untuk sekedar mencari keringat pada pagi atau sore hari.

Kembali ke Sekolah Atlet Ragunan, dalam perjalannnya Diklat Ragunan banyak melahirkan atlet top yang mampu mengharumkan nama bangsa di kancah olahraga internasional. Pasangan peraih medali emas Olimpiade 1992 di Barcelona cabang bulu tangkis Alan Budikusuma dan Susy Susanti lahir dari gemblengan di Diklat Ragunan. Begitu juga juara dunia bulu tangkis 1983, Icuk Sugiarto.
Masih ada lagi pebulu tangkis Lius Pongoh, lantas petenis yang pernah menempati ranking 19 dunia, Yayuk Basuki, juga muncul dari Sekokah Atlet Ragunan. Begitu pun pepanah Nurfitriyana Saiman yang menyumbang medali pertama untuk Indonesia di Olimpiade bersama Lilies Handayani dan Kusuma Wardani pada Olimpiade 1988 di Seoul.

Di dunia sepak bola, Diklat Ragunan juga banyak menghasilkan pemain bagus dari generasi ke generasi yang bermain di top level sepak bola Indonesia seperti penjaga gawang Arema Malang Kurnia Meiga, pemain tengah Persipura Jayapura Rubben Sanadi dan Ian Lois Kabes, pemain Persib Bandung Abdul Rahman, serta pemain Persija Ramdani Lestaluhu. Dari generasi sebelumnya ada Sudirman, Samsidar, dan masih banyak lagi.

 Saat ini Diklat Ragunan bisa dikatakan kurang memadai kembali untuk menggembleng calon atlet nasional karena banyak tempat latihan yang membutuhkan perhatian khusus.

Untuk itu saran saya ialah :
1.      Adanya ajang kejuaraan yang dapat diikuti para atlit sebagai jam terbang dalam melatih ketangkasan lomba di sesuai bidangnya masing-masing
2.      Dengan upgrade sarana fasilitas pendukung penunjang latihan untuk meningkatkan kemampuan skill masing-masing atlet sehingga dapat bersaing dengan Negara lain yang perkembangannya sudah melebihi Indonesia
3.     Para atlet diberi penunjang dukungan pemerintah berupa support pelatihan dan biaya selama karantina atop roses pelatihan berlangsung.
4.  Adanya promosi atau pengenalan tentang diklat ragunan ke masing-masing daerah di indonesia sehingga masyarakat luat dapat lebih mengenal dan terjaring calon-calon atlet yang berkualitas.
5.      Adanya jenjang jangka panjang yang dapat dijanjikan oleh pemerintah kepada mantan atlet sehingga dapat merekrut banyak lagi calon-calon atlet sehingga menjanjikan masa depan yang lebih baik dengan karir sebagai atlit


Minggu, 10 Januari 2016

CSR PT. Unilever Indonesia Tbk

CSR PT. Unilever Indonesia Tbk.

 Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Unilever Indonesia Tbk.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau lebih dikenal juga dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah sebuah issue yang sementara hangat di kalangan dunia usaha. Berikut ini digambarkan secara singkat CSR yang dijalankan oleh PT. Unilever Indonesia Tbk. dan analisis kritis atas program-program yang telah dijalankan.
 1.      Program-program CSR Yayasan Unilever Indonesia
Yayasan  Unilever Indonesia memfokuskan kegiatannya pada 4 program (issue) utama, yakni (1) Public Health and Education; (2) Humanitarian Aid Program; (3) Small Medium Enterprise Development Program; dan (4) Environment Program. Keempat program ini telah ditetapkan oleh Board of Directors.
Program-program tersebut dibuat berdasarkan pada empat prinsip utama.Pertama, prinsip relevansi. Program-program yang dikembangkan selaras dengan bisnis. Kedua, prinsip model. Program percontohan dikembangkan  terlebih dahulu sebelum direplikasi di daerah-daerah lain. Ketiga, prinsip kemitraan. Prinsip ini dimaksudkan untuk menggalang dukungan mitra-mitra strategis yang memiliki visi yang sama. Keempat, prinsip replikasi. Kegiatan dan pendekatan yang sukses direplikasi di wilayah-wilayah lain.
Berikut ini diuraikan secara ringkas program-program CSR Yayasan Unilever Indonesia:
1)      Public Health and Education (PHE) Program.
Public Health and Education Program merupakan program CSR yang memberi fokus pada kebersihan dan kesehatan dalam masyarakat. Tujuan PHE Program adalah (1) mempromosikan gaya hidup sehat di masyarakat; dan (2) mengurangi angka kematian dan angka orang sakit yang disebabkan oleh diare dan malaria, melalui penyediaan akses sanitasi yang lebih baik dan perubahan perilaku masyarakat dengan mendorong mereka untuk menjalankan gaya hidup sehat.
Strategi yang dibangun dalam pelaksanaan program ini yakni pertama, Unilever mencari pemimpin potensial di dalam masyarakat dengan memberikan sosialisasi tentang program-program PHE. Kedua,pengembangan kader melalui pelatihan. Ketiga, para kader kesehatan akan menyebarkan pengetahuan mereka dengan mengadakan generative training. Dan keempat, lahirlah kader kesehatan yang baru. Para kader inilah yang menjadi agen perubahan di masyarakat dan menjamin keberlanjutan program.
2)      Humanitarian Aid Program
Humanitarian Aid Program berfokus pada bantuan kemanusiaan pasca bencana alam. Unilever bekerja sama dengan beberapa organisasi, sepertiIndonesia Peduli, Peduli Bengkulu, dan Berbagi untuk Indonesia dalam mengumpulkan dana dan mendistribusikan bantuan kepada korban bencana alam pada masa gawat darurat dan rekonstruksi. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan, yakni (1) mendirikan sekolah berstandar internasional pasca gempa dan tsunami di Aceh (26 Desember 2004) dalam kerjasama dengan Media Group; (2) membangun pusat pelatihan pasca gempa dan tsunami Aceh (2004) bersama Yayasan Nurani Dunia; (3) mendirikan beberapa fasilitas publik berupa 5 puskesmas, 1 balai masyarakat, dan 1 taman kanak-kanak pasca gempa 27 Mei 2006 di Yogyakarta; (4) mendoasikan berbagai produk dan mendirikan dapur umum dan memproduksi 3.000 nasi bungkus selama 5 hari saat banjir besar melanda Jakarta (Februari 2007); (5) membangun perbaikan fasilitas di Pesantren Darujanna dan di sekitar Bengkulu Utara pasca gempa Bengkulu (12 September 2007); dan (6) menyiapkan dan mendistribusikan 8.000 paket bantuan untuk korban banjir di kawasan Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta dalam kerjasama dengan forum Berbagi untuk Indonesia.
3)      Small Medium Enterprise Development Program
Small Medium Enterprise Development Program dilakukan dalam bentuk Black Soybean Farmers Development. Program ini dilakukan dalam kerjasama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) untuk melibatkan petani dalam memproduksi kedelai hitam berkualitas, yang dikenal dengan MALLIKA atau ‘kerajaan’. UGM menyediakan ahli pertanian untuk pendampingan petani, sedangkan Unilever memberikan jaminan pasar dengan komitmen membeli komoditas petani dengan harga yang disepakati bersama, dan menyalurkan bantuan sarana produksi bagi para petani yang membutuhkan melalui koperasi tani. Program ini juga melibatkan kaum perempuan. Lokasi pelaksanaan program adalah Ciwalen, Yogyakarta, Nganjuk, dan Trenggalek. Hingga 2007 sudah dikelola 600 hektar lahan kedelai hitam oleh 600 petani.
4)      Environment Program
Environment Program dilaksanakan untuk memecahkan masalah lingkungan, terutama masalah sampah, yang salah satu sumber utamanya berasal dari sampah rumah tangga. Environment Program ini dilakukan pertama kali di Surabaya (2005) dengan tema”Surabaya Green & Clean”. Masyarakat dididik mengenai pemilahan sampah; sampah organik untuk kompos, sedangkan sampah an-organik didaur ulang. Di samping itu, masyarakat juga didorong untuk melakukan penghijauan di sekitar rumah mereka. Mereka dilatih untuk mengembangkan pengetahuan serta kepemimpinan dan berperan sebagai teladan bagi warga sekitar, menjadi duta lingkungan hidup, dan sumber informasi serta gagasan. Sebagai buah dari program ini, kota Surabaya memperoleh penghargaan internasional Energy Globe Award karena dinilai berhasil menyelamatkan Sungai Brantas.
Environment Program juga dilakukan di Jakarta pada 2006 dengan tema “Jakarta Green & Clean” (JGC). Latar belakang program ini adalah masalah lingkungan yang ditandai dengan kurangnya penghijauan dan banyaknya timbunan sampah. JGC mengambil bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan programnya. Kegiatan yang dilakukan adalah pengelolaan sampah, kebersihan, dan penghijauan berbasis masyarakat. Metode yang dipakai adalah perlombaan. Metode ini dipakai untuk memotivasi masyarakat. Pada tahun 2007 dilakukan perlombaan tingkat RT. Tahun 2008 diadakan di tingkat RW dengan melibatkan 300 RW. Sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 500 RW.
Program-program CSR Unilever Indonesia tersebut berada di bawah Yayasan Unilever Indonesia yang merupakan perwujudan utama dari komitmen Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Unilever Indonesia Tbk. Yayasan Unilever Indonesia dibentuk untuk mewujudkan tujuan PT. Unilever Indonesia Tbk., yaitu tumbuh bersama masyarakat dan lingkungan dalam kehidupan yang berkelanjutan.
Sebelum Yayasan Unilever Indonesia terbentuk, program CSR PT. Unilever Tbk., ditangani langsung oleh departemen/unit kerja perusahaan. Beberapa program yang dilaksanakan sebelumnya, yakni (1) mengadakan ‘Kampanye Cuci Tangan’ dan ‘Kampanye Sikat Gigi’; (2) membina supplierkecil dengan cara pemberian pinjaman; (3) pemberian pelatihan kepadasales dan distributor tentang bagaimana melakukan delivery produk yang baik; (4) pemberian pelatihan kepada para karyawan agar menjadi karyawan dengan high quality; (5) pengadaan ruang kerja yang nyaman bagi karyawan; dan (6) membuat pabrik berkonsep ‘zero waste management’. Tetapi program-program ini tidak membawa dampak yang signifikan karena hanya sebatas ‘hit and run’ dan ‘non-sustainable’. Yayasan Unilever Indonesia dibentuk agar lebih memfokuskan program-program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., agar lebih berkualitas dan berdampak secara sustainable serta mampu memberi image yang baik bagi PT. Unilever Indonesia Tbk.
Oleh karena itu, Yayasan Unilever Indonesia menjalankan program-program CSR dengan misi: (1) melakukan yang terbaik untuk berbagi sumber daya dan kontribusi untuk menciptakan kualitas yang lebih baik; (2) dengan cara membuka potensi masyarakat, menambah nilai kepada masyarakat, mensinergikan kekuatan yang ada dengan sesama mitra kerja, dan menjadi katalisator dalam membangun kemitraan.

  1. 2.      Penilaian tentang Pelaksanaan Program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk.
Apabila program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., tersebut dikaitkan dengan pandangan dari Kotler dan Lee, maka ada 6 hal yang perlu diperhatikan, yakni (a) choose only a few social issues to support, (b) choose issues that are of concern in the communities where you do business, (c) choose causes that have synergy with mission, values, products, and services, (d) choose causes that have potential to support business goals: marketing, supplier relations, increased productivity, cost reductions, (e) choose issues that are of concern to key constituent groups: employees, target markets, customers, investors, and corporate leaders, and (f) choose causes that can be supported over a long term.
Berikut ini dijelaskan keenam pilihan program menurut Kotler and Lee di atas.[2]
a)      Choose only a few social issues to support
Kotler dan Lee, melalui wawancara dengan beberapa eksekutif, menekankan “the importance of picking only a few major social issues as a focal point” bagi suatu perusahaan untuk program CSR. Issue sosial pokok ini membantu perusahaan agar kehadirannya benar-benar berdampak pada pemecahan masalah sosial tertentu, di mana sumberdaya difokuskan dan tertuju pada one cause. Hal ini dapat membantu perusahaan untuk “say no” to others, dengan menunjukkan prioritas area untuk programnya. Hal ini dapat dilakukan dalam jangka panjang dengan mencari mitra yang kuat dan terpercaya dalam melaksanakan program dengan komitmen untuk waktu yang lama. Akhirnya, dengan menargetkan sumberdaya di beberapa daerah dapat meningkatkan peluang terhubung dengan penyebab/akar masalahnya, dan karena itu, akan meningkatkan potensi brand positioning-nya, dan manfaat pemasaran lain yang diinginkan.
Bila dikaitkan dengan program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., di atas, dapat dikatakan bahwa program CSR yang dilakukan melalui Yayasan Unilever Indonesia mengambil fokus pada 4 isu pokok, yakni PHE Program yang berfokus pada perilaku hidup bersih dan sehat, Humanitarian Aid Program dengan fokus pada bantuan kemanusiaan pasca bencana, Small Medium Enterprise Development Program dengan fokus utama pemberdayaan komunitas petani penghasil kedelai hitam (ekonomi masyarakat), dan Environment Program yang berfokus pada pemberdayaan komunitas untuk pengelolaan sampah. Menurut saya, program-program tersebut tidak merujuk pada one cause dengan masalah sosial tertentu dan di area tertentu, tetapi terbagi dalam beberapa masalah sosial dan dilakukan beberapa daerah.
b)      Choose issues that are of concern in the communities where you do business
Kotler dan Lee menegaskan bahwa program CSR mestinya memilih issue yang menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat di sekitar lingkungan bisnis perusahaan. Program yang berfokus pada masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dan mereka yang tinggal di dalamnya dapat meningkatkan peluang bagi perusahaan untuk diperhatikan dan dihargai di kalangan “key publics”. Hal ini menambah kredibilitas dan kepercayaan atas standar laporan tahunan dan diproklamirkan dalam catalog penjualan, “We believe in giving back to the communities where we do business.” Hal ini juga dapat membantu memecahkan masalah nyata yang dihadapi dalam bisnis, seperti memastikan tenaga kerja terlatih di masa depan, suppliers yang berkualitas, dan bahkan ekonomi yang kuat.
Isu-isu sosial yang diangkat dalam program CSR Yayasan Unilever Indonesia memang memiliki concern pada masalah-masalah yang dihadapi komunitas masyarakat di lingkungan bisnis PT. Unilever Indonesia Tbk. Program yang paling jelas terlihat menjawab permasalahan sosial adalah program pemberdayaan petani kedelai hitam melalui pendampingan yang intensif hingga produksi dan pemasaran. Tapi itu saja belum cukup. Para petani kedelai hitam tidak didampingi sampai pada pengelolaan keuangan rumah tangga yang menjadi bagian penting dari ekonomi rumah tangga mereka. Di samping itu, Yayasan Unilever Indonesia tidak melakukan program yang berkaitan dengan misi perusahaan yang peduli pada pola hidup bersih dan sehat terhadap komunitas petani penghasil kedelai hitam.
c)      Choose causes that have synergy with mission, values, products, and services
Bagi Kotler dan Lee, perusahaan yang melakukan program CSR perlu memilih causes yang sinergis dengan misi, nilai, produk, dan pelayanan perusahaan. Sama seperti kita mengembangkan dan menawarkan produk dan layanan yang konsisten dengan misi perusahaan kita, dan kemudian mempromosikan dan memberikan kepada mereka dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai perusahaan kita, kita juga harus memilih area yang terfokus untuk inisiatif (program) sosial yang memiliki sinergi yang sama. Ketika perusahaan berkontribusi pada causes yang masuk akal, kita menemukan bahwa konsumen kurang mencurigakan produk kita, para investor juga cenderung untuk tidak menilai pada hal-hal yang bersifat peripheral, dan para karyawan lebih menunjukkan keahlian yang dibutuhkan dan lebih bergairah untuk menjadi sukarelawan.
Program-program CSR Yayasan Unilever Indonesia menunjukkan sinergisitas dengan misi perusahaan untuk menambah vitalitas kehidupan melalui pemenuhan kebutuhan nutrisi, kebersihan dan perawatan pribadi sehari-hari dengan produk-produk yang membantu para konsumen merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati hidup. Hal ini nyata dalam program PHE. Nilai, produk dan jasa perusahaan pun sejalan dalam program PHE tersebut.
d)      Choose causes that have potential to support business goals: marketing, supplier relations, increased productivity, cost reductions
Kotler dan Lee melihat bahwa program perusahaan dalam melaksanakan CSR perlu memilih causes yang potensial untuk mendukung tujuan bisnis, yakni pemasaran, relasi supplier, menambah produktivitas, dan mengurangi biaya. Sambil merujuk pada pendapat dari Mikael Porter dari Harvard Business School dan Mark Kramer (Direktur Strategy Group Foundation), Kotler dan Lee menegaskan bahwa dukungan yang simultan untuk tujuan bisnis merupakan strategi filantropi yang benar. Perusahaan dapat memilih untuk mendukung penyelesaian masalah sosial yang memiliki potensi untuk berkontribusi pada tujuan bisnis, serta koneksi ke misi perusahaan, nilai, masyarakat, dan produk serta jasa.
Program CSR Yayasan Unilever Indonesia berupa PHE Program dan Small Medium Enterprise Development Program sangat berkaitan erat dengan tawaran pilihan program dari Kotler dan Lee ini. Hanya, menurut saya, program pemberdayaan masyarakat melalui Environment Program justru menambah cost yang tidak berkaitan dengan tujuan bisnis PT. Unilever Indonesia Tbk. Sebenarnya, kalau mau dilihat lebih jauh, produk-produk PT. Unilever Indonesia Tbk., justru menghasilkan banyak sampah plastik yang sangat tidak ramah lingkungan.[3]
e)      Choose issues that are of concern to key constituent groups: employees, target markets, customers, investors, and corporate leaders
Kotler dan Lee menggarisbawahi pula bahwa ketika perusahaan memilih issue, mestinya isu-isu yang dekat dengan kelompok konstituen kunci, seperti karyawan, target pasar, customer, investor, dan pimpinan perusahaan. Dukungan untuk program sosial ini akan dimanfaatkan bilacauses-nya dekat dan akrab dengan ‘key public’, baik internal maupun eksternal. Keberhasilan program sosial ini mengandalkan koneksi dan upaya-upaya resonansi yang dilakukan dengan satu atau lebih dari kelompok-kelompok konstituen kunci. Koneksi tersebut semestinya menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan tentang causes apa yang akan didukung.
Program-program CSR Yayasan Unilever Indonesia telah menunjukkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan programnya. Hal ini sangat jelas dari 4 fokus program yang diangkat oleh Yayasan Unilever Indonesia. Hanya boleh dikatakan bahwa program-program tersebut lebih cenderung berorienatasi pada target pasar ketimbang karyawan, investor dan pimpinan perusahaan. Barangkali hal ini merupakan konsekuensi dari pelaksanaan program CSR yang diserahkan kepada Yayasan. Sementara yang berkaitan dengan karyawan lebih ditangani oleh pihak managemen perusahaan.
f)       Choose causes that can be supported over a long term
Akhirnya Kotler dan Lee melihat hal penting yang lain dalam memilih program (CSR), yaitu memilih causes yang akan didukung dalam jangka waktu yang lama. Untuk mencapai manfaat yang maksimal bagi perusahaan (and the cause), sering bergantung pada komitmen jangka panjang, pada umumnya tiga tahun atau lebih. Seperti halnya dengan upaya komunikasi yang intens, dibutuhkan banyak eksposure untuk menangkap pesan dan peristiwa-peristiwa sebelum didalami lebih jauh, dan sebelum audience ditargetkan guna upaya penggalangan dana dan terutama sebelum kampanye perubahan perilaku dilakukan.
Pada bagian akhir, Kotler dan Lee mengingatkan bahwa mereka yang menerapkan prinsip ini perlu bertanya pada diri sendiri dan partnernya: (1) apakah upaya ini akan menjadi salah satu yang akan menjadi perhatian sosial selama beberapa tahun ke depan; (2) apakah itu berkaitan langsung dengan misi perusahaan, nilai, produk dan jasa; (3) apakah key publicsakan terus peduli pada program tersebut.
Yayasan Unilever Indonesia dalam melaksanakan program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., telah menunjukan komitmennya dalam kaitan dengan sustainable. Namun, perlu dikritisi pula bahwa program-program seperti PHE Program dan Environment Program yang berkaitan dengan pola hidup bersih dan sehat merupakan program yang bersentuhan langsung dengan mental masyarakat Indonesia. Ukuran 3 tahun sebagaimana dalam JCG Program  bukanlah waktu yang ideal untuk mengukur perubahan perilaku masyarakat Jakarta. Memang ada perubahan secara fisik dalam hal penghijauan, tetapi Jakarta masih dinodai dengan masalah sampah. Dan metode yang digunakan melalui perlombaan hanya menghasilkan target jangka pendek.

  1. 3.      Rekomendasi bagi PT. Unilever Indonesia Tbk
Program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., yang ditangani Yayasan Unilever Indonesia memang lebih diarahkan untuk program yang bercorak eksternal perusahaan. Berikut ini direkomendasikan program CSR Internal PT. Unilever Indonesia Tbk., disertai jenis evaluasi yang sesuai.
  1. a.      Program CSR Internal
Rekomendasi untuk program CSR internal PT. Unilever Indonesia Tbk., dapat dirujuk pada beberapa poin yang berhubungan dengan karyawan dan managemen sebagaimana digambarkan oleh Vives dan Papasolomou-Doukakis, cs., serta Al-bdour, cs., di bawah ini.
Vives mendefinisikan CSR internal sebagai perilaku tanggung jawab secara sosial dan lingkungan. “Internal corporate responsibility as socially and environmentally responsible behavior”.[4] Lebih lanjut, Vives menambahkan bahwa perhatian utama dari CSR meliputi “the health and well-being of workers, their training and participation in the business, equality of opportunities, work-family relationship, and some corporate governance (independent audits, CSR in suppliers, internal control of corruption practices).”[5]
Di samping itu, Papasolomou-Doukakis cs.[6], dalam studinya yang mengangkat isu “philanthropic measures and the stewardship CSR projecst” menekankan karyawan sebagai bagian penting dari perusahaan dan perlu mendapat perhatian melalui program CSR. Papasolomou-Doukakis dkk., menunjuk 9 (Sembilan) kriteria CSR untuk karyawan, yakni:[7]
1)      To provides a work environment which is staff and family friendly
2)      To engage in responsible human resource management
3)      To provide an equitable reward and wage system for employees
4)      To engage in open and flexible communication with employees
5)      To invest in Training and Education
6)      To encourage freedom of speech and allow employees the rights to speak up and report their concerns at work
7)      To provide child care support/paternity/maternity leave
8)      To engage in employment diversity by hiring and promoting women, ethnic minorities and the physically handicapped, and
9)      Promote dignified and fair treatment of all employees.
Tambahan lagi, studi dari A. Ali Al-bdour, cs.,[8] menunjuk lima dimensi yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan CSR internal yang berbasis pada hak para karyawan, yakni training and education, health and safety and human rights instruments development, work life balance, dan workplace diversity. Ternyata kelima dimensi tersebut sangat berpengaruh pada organizational commitment terhadap perusahaan, seperti affective commitment, normative commitment, dan continuance commitment.
Memang dalam laporan tentang pelaksanaan CSR oleh PT. Unilever Indonesia Tbk., telah disebutkan juga empat program yang ditangani oleh pihak managemen berkaitan dengan CSR internal, seperti  pemberian pelatihan kepada sales dan distributor tentang bagaimana melaksanakan delivery produk yang baik, memberikan pelatihan kepada para karyawan agar menjadi karyawan dengan high quality, pengadaan ruang kerja yang nyaman bagi karyawan, dan membuat pabrik berkonsep ‘zero waste management’.
Catatan penting untuk PT. Unilever Indonesia Tbk., agar mengembangkan program CSR internal yang lebih memperhatikan hak dan kewajiban karyawan dan managemen perusahaan di atas.
  1. b.      Jenis Evaluasi yang sesuai untuk program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk.
Yayasan Unilever Indonesia selalu mengadakan rapat tahunan yang diikuti oleh Board of Directors hingga para pelaksana program untuk mengevaluasi program CSR PT. Unilever Tbk. Di samping itu, tiap bulan diadakan rapat bulanan untuk mengevaluasi program yang sedang berjalan. Rapat bulanan ini hanya diikuti oleh para pelaksana program. Sementara untuk program JGC, dilakukan monitoring dengan mekanisme laporan rutin dari lapangan dan evaluasi melalui rapat internal antara Environment Program Manager, Environment Program officers, dan tim motivator tiap dua minggu sekali. Evaluasi ini untuk mengetahui progress dan kedala di setiap wilayah. Sedangkan rapat evaluasi dengan para mitra pelaksana JGC dilaksanakan setiap bulan. Evaluasi tahunan JGC dilaksanakan melalui rapat dengan pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program (tim motivator dan para mitra).

Source :